-- Berita Automotif -- Menarik untuk diikuti, sekarang perkembangan dunia otomotif di Tanah Air semakin positif. Baru-baru ini, pemerintah mengumumkan dukungannya terhadap perkembangan mobil listrik nasional.
Diskusi terbatas yang digelar Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI) menyimpulkan, komitmen kuat pemerintah dalam mendukung kehadiran mobil listrik nasional menjadi syarat utama keberlangsungan program tersebut.
Kepala Humas MITI Drs H Muarif menjelaskan hal itu dalam diskusi bertajuk "Mobil Listrik: Strategi Hemat Energi?" yang menghadirkan sejumlah pakar. Dalam diskusi yang dipandu Dr Haznan Abimanyu dan Dr Dwi Handoko dari MITI itu dihadirkan narasumber Dr Mahfudz Al Huda (BPPT), Dr Rohadi Awaludin (Batan), dan Dr Ir Bambang Prihandoko, MT (LIPI).
Dalam diskusi yang berlangsung awal pekan ini di Kantor MITI Serpong, Tangerang, Provinsi Banten juga disimpulkan bahwa komitmen tersebut tidak hanya dalam bentuk regulasi, kemudahan transfer teknologi, atau insentif kepada pengembangan produknya. "Namun juga dalam menciptakan pasar, khususnya pasar dalam negeri yang selama ini dikuasai para pabrikan dunia sehingga mampu menyerap produksi mobil listrik tersebut," katanya.
Bila tidak ada komitmen kuat pemerintah, katanya, para narasumber sepakat dapat dipastikan masa depan mobil listrik nasional hanya sebatas wacana yang berakhir tragis. Dalam paparannya, Mahfudz Al Huda menyoroti industri mobil nasional yang dikembangkan banyak negara sangat tergantung kepada komitmen pemerintahnya.
Ia menunjuk dua negara yakni Korea dan Malaysia yang berhasil membangun industri mobil nasional dengan memproteksi pasar dari serbuan pabrikan dunia. "Contoh nyata Malaysia. Saya yakin Proton tak akan bertahan hidup kalau tak ada dukungan kuat dari pemerintahnya, khususnya penciptaan pasar dalam negeri sehingga produksinya bisa terserap," katanya.
Kondisi itu, kata dia, menjadi penting mengingat industri mobil adalah salah satu industri yang rentan terhadap berbagai persoalan, khususnya pasar. "Sudah banyak pabrikan besar yang kini tinggal nama hanya karena ketidakmampuan menjual produknya," katanya.
Pada kesempatan itu ia menunjuk bangkrutnya industri mobil dunia seperti SAAB Swedia atau Datsun Jepang.
Diproteksi
Menurut Mahfudz, dalam mengembangkan industri mobil, khususnya mobil listrik, pasar yang masih terbuka perlu diproteksi agar tidak menjadi pasar pabrikan besar yang sudah mengembangkan riset mobil listrik sebelumnya. "Kalau pabrikan besar diberi kebebasan sudah pasti mobil listrik nasional bakal gulung tikar karena kalah segala-galanya," katanya.
Rohadi Awaludin menyoroti kemampuan listrik nasional dalam memasok sumber energi untuk mobil listrik. Ia mengatakan, mobil listrik yang dikembangkan harus dipasok oleh sumber energi listrik bukan fosil seperti BBM atau batu bara. Namun sumber energi listrik dari EBT (energi baru dan terbarukan).
"Sebab, kalau sumber energinya berasal dari listrik yang selama ini ada, apalagi dari PLN, itu artinya memindahkan konsumsi bahan bakar dari mobil ke pembangkit karena tingginya kebutuhan akan listrik dari mobil ini kelak," katanya.
Teknologi baterai
Rohadi juga menyoroti kesiapan teknologi baterai yang digunakan mobil listrik karena selain investasi besar juga ketersediaan pasokan listrik saat mengisi ulang. "Mudah-mudahan bila sesuai `roadmap` pada 2015 kita sudah selesaikan riset pararel yang dilakukan banyak pihak ini," katanya.
Ia mengatakan, hasil riset itu akan dikuatkan hingga tataran produksi dengan melibatkan industri baterai nasional. Hanya saja, para peserta diskusi agak khawatir bila bahan baku lithium dan bahan utama lainnya yang selama ini lebih banyak impor bakal menjadi kendala dalam pengembangan produksi baterai lithium.
Menurut Ketua MITI Bidang Kebijakan Iptek Pembangunan Dwi Handoko, sebenarnya tidak hanya komponen bahan baku baterai yang harus dibuat di Indonesia. "Tapi juga secara keseluruhan mobil listrik harus memuat TKDN (tingkat komponen dalam negeri) yang besar agar kemandirian dan keberlanjutan dalam proses produksi bisa berlangsung," katanya.
Ia mengatakan, persoalan kemandirian dalam bahan baku komponen menjadi penting mengingat bila sebagian besar bahan baku utama mobil listrik adalah impor, maka mimpi untuk memiliki mobil listrik nasional akan terganjal.